PELATIHAN ARAH KIBLAT (TEORI DAN PRAKTEK) BAGI SANTRI MA NIPA DAN MA NIPI RAKHA AMUNTAI

Pengabdian
Oleh: STAI Rakha Amuntai
Selasa, 21 Januari 2014
Menghadap ke arah Kiblat merupakan syarat sah shalat. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai hal ini baik di kalangan Sunni maupun Syi’i. Namun, dalam tataran praktis ummat Islam belum sepenuhnya mengamalkan syari’at tersebut secara akurat. Ketika shalat, ummat Islam menghadapkan badannya ke arah Kiblat tanpa mengetahui secara persis apakah Kiblat yang dimaksudnya benar-benar tertuju ke Ka’bah sebagai episentrum arah shalat setiap ummat Islam di seluruh dunia. Ummat Islam menghadapkan badannya ke Kiblat hanya didasarkan pada garis lurus yang terdapat dalam konstruksi masjid atau mushalla. Ke manapun masjid atau mushalla mengarah, ke situ pulalah ummat Islam menghadapkan dirinya ketika shalat. Di antara ummat Islam jarang sekali ada yang mempertanyakan terlebih dahulu apakah arah Kiblat masjid yang menjadi tempat shalatnya sudah tepat mengarah ke Ka’bah atau belum. Keumuman dari mereka langsung malaksanakan shalat di masjid atau maushalla yang menjadi tempat shalatnya. Sikap ummat Islam yang tidak mempertanyakan atau mengkritisi arah Kiblat masjid dan mushallanya disebabkan oleh kepercayaan mereka 2 kepada panitia, tokoh agama, atau para pihak yang membangun masjid atau mushalla tersebut sejak awal. Jama’ah masjid atau mushalla tidak mau direpotkan oleh masalah-masalah teknis pembangunan fisik tempat shalatnya, yang penting mereka bisa khusyu’ melaksanakan ibadah. Ketika bangunan masjid atau mushalla dibangun, jama’ah pada umumnya percaya bahwa masjid atau mushalla tersebut sudah mengarah ke Kiblat. Indikasi sederhana bahwa bangunan masjid atau mushalla mengarah ke Kiblat adalah menghadap ke arah barat. Bila masjid atau mushalla telah menghadap ke arah barat, maka urusan Kiblat telah dianggap selesai

Artikel Terkait

Baca juga artikel dan opini menarik lainnya.